Kenapa Sering Pilek saat Musim Hujan? Ini Cara Atasi Pileknya

Gambar
  Pilek umum terjadi ketika suhu ruangan sedang dingin-dinginnya. Terutama pada musim hujan seperti saat ini, risiko pilek karena kedinginan semakin meningkat. Bagaimana bisa? Menurut situsweb Cleveland Clinic, saat bernapas udara yang bersifat dingin dan kering dapat mengiritasi hidung. Sebagai salah satu bentuk pertahanan, kelenjar hidung menghasilkan lendir atau pilek berlebih untuk menjaga lapisan di saluran pernapasan tetap lembab. Pilak yang terlalu banyak akan bergumul dan mengakibatkan hidung tersumbat. Pilek disebabkan oleh banyak hal selain dari suhu ruangan. Seringnya dikarenakan infeksi virus atau alergi terhadap debu, bulu, atau serbuk sari. Hidung yang basah dan sering mengeluarkan pilek sering kali membuat risih. Tak jarang juga mengganggu aktivitas sehari-hari. Tetapi jangan khawatir, berikut tips mengatasi pilek menurut Healthline.com . Banyak minum air putih Minum banyak air putih dapat membantu mengencerkan pilek yang menyebabkan hidung tersumbat. Cobal

Sulit Konsentrasi Meski Sembuh dari COVID-19? Waspadai Brain Fog

 Orang yang terinfeksi COVID-19 biasanya akan menunjukkan berbagai gejala seperti sakit kepala, batuk, tenggorokan kering, hingga kehilangan indra penciumannya. Bagi beberapa orang tertentu, meski sudah sembuh, gejala tersebut terkadang masih bisa terasa sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Merujuk pada Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat (CDC(, hal ini disebut sebagai  Long COVID. 

Selain konsentrasi yang buruk, brain fog biasanya diiringi dengan gejala seperti masalah ingatan, kebingungan, selalu merasa sendiri, dan lain-lain. Sumber: Gerd Altmann dari Pexels.

Long COVID merupakan serangkaian gejala yang bisa bertahan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan setelah terinfeksi. Hal ini berlaku     tidak hanya bagi yang menunjukkan gejala berat namun juga ringan saat terinfeksi. Dilaporkan, penderita Long-COVID mengalami beberapa gejala seperti:

1.     Kelelahan

2.     Sakit kepala

3.     Kehilangan indra penciuman dan perasa

4.     Pusing saat berdiri

5.     Tinnitus atau telinga berdengung

6.     Mual, diare, sakit perut, dan kehilangan nafsu makan

7.     Jantung yang berdebar kencang

8.     Nyeri dada

9.     Kesulitan bernapas atau sesak napas

10.  Suhu tubuh tinggi, batuk, dan sakit tenggorokan

11.  Munculnya ruam

12.  Nyeri sendi atau otot

13.  Depresi atau cemas

14.  Kesulitan berpikir atau konsentrasi (brain fog)

Brain fog menjadi salah satu gejala yang dikeluhkan pasien pasca sembuh dari COVID-19. Akan tetapi, mengutip situs web Sekolah Kedokteran Harvard University Amerika, brain fog awalnya guna menggambarkan bagaimana pemikiran seseorang menjadi lamban, kabur, atau tidak tajam. Selain itu, brain fog memang bukanlah istilah kedokteran atau ilmiah. Sampai akhirnya COVID-19 melanda dan muncullah Long-COVID.

Terlepas dari pernah terinfeksi penyakit yang menyerang sistem pernapasan tersebut, brain fog mungkin sering kali kita rasakan. Perasaan saat otak kita kesulitan bekerja, susah konsentrasi, hingga pikiran kabur selama beberapa waktu. Biasanya dipengaruhi karena sakit seperti demam. Bisa juga dikarenakan kondisi seperti terbangun pukul 02.00 pagi atau saat jet lag. Dalam artian lain, brain fog merupakan kondisi yang aman dan akan hilang dalam beberapa waktu.

Namun demikian? Apa yang terjadi bila brain fog tidak kunjung hilang setelah Anda terkena COVID-19? Hal ini perlu disikapi secara seksama dan hati-hati. Gejala brain fog sendiri, melansir Healthline, antara lain:

1.     Masalah memori atau ingatan

2.     Kurang jernihnya pikiran atau mental

3.     Konsentrasi buruk

4.     Selalu merasa kehilangan berpikir atau berhenti berpikir (mirip melamun)

5.     Sakit kepala

6.     Kebingungan

COVID-19 diketahui bisa merusak otak seperti menyebabkan peradangan atau ensefalitis hingga kurangnya asupan oksigen ke otak. Menurut penelitian di India pada awal 2021, COVID-19 menimbulkan gejala neurologis yang memengaruhi otak dan sistem saraf. Dilaporkan sekitar 25% pengidap COVID-19 mengalami ini. Studi lain oleh Remsik, dkk. (2021) bahkan menyebutkan ada sekitar 69% orang yang terinfeksi COVID-19 mengalami gejala neurologis. Orang dengan dampak COVID-19 yang parah kemungkinan besar mengembangkan kerusakan pada neurlogis tersebut.

Akan tetapi, penjelasan lebih detail mengenai fenomena brain fog pada mantan pasien COVID-19 yang mengalami Long-COVID masih terus diteliti. SARS-CoV-2 sebagai virus penyebab COVID-19 akan memasuki sel melalui enzim yang disebut ACE2. Virus ini akan masuk ke jaringan otak. Peradangan muncul di otak akibat meningkatnya kadar sitokin di otak. Sitokin adalah molekul yang mendorong terjadinya peradangan. Peradangan inilah yang disebut-sebut menghambat kemampuan neuron untuk berkomunikasi satu sama lain.

Peradangan dalam otak diprediksi menjadi faktor terbesar penyebab brain fog pasca sembuh COVID-19. Akan tetapi, ada berbagai faktor lain yang mungkin menyebabkan brain fog muncul. Kemungkinan tersebut antara lain:

1.     Kualitas tidur buruk

2.     Selalu merasa sendiri

3.     Depresi

4.     Stres atau cemas

5.     Berubahnya pola asupan makan

6.     Berkurangnya aktivitas fisik

7.     Efek samping akibat pengobatan

Sampai kapan brain fog pada mantan pasien COVID-19 berlangsung? Belum ada kepastian mengenai hal tersebut. Penelitian oleh Garrigues, dkk. (2021) menuliskan sekitar 28% orang mengalami masalah konsentrasi lebih dari 100 hari setelah masuk rumah sakit akibat COVID-19. Setelah itu, penelitian yang dipublikasikan di EClinicalMedicine pada 2021menemukan 55% dari 60 mantan pasien COVID-19 masih mengalami gejala neurologis selama tiga bulan setelah sembuh. Gejala tersebut meliputi berubahnya suasana hati, kelelahan, sakit kepala, dan gangguan visual. 

Selain terus berkonsultasi dengan dokter, menerapkan gaya hidup sehat disarankan bagi ia yang menderita brain fog. Lebih seringlah berolahraga dan berjemur di matahari pagi. Ubah pola makan dengan mengonsumsi makanan dan minuman bergizi serta selalu penuhi cairan tubuh. Selain dengan menjaga pencernaan juga jangan lupa untuk selalu menjalin komunikasi dengan keluarga, sahabat, dan rekan untuk menghindari perasaan sendiri atau kesepian.

 

 Sumber:

https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/long-term-effects.html#:~:text=Long%20COVID%20can%20happen%20to,to%20as%20%E2%80%9Cbrain%20fog%E2%80%9D)

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7798003/

https://www.health.harvard.edu/blog/what-is-covid-19-brain-fog-and-how-can-you-clear-it-2021030822076

https://www.cell.com/cancer-cell/fulltext/S1535-6108(21)00051-9

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7445491/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7527190/

Raphael Kellman MD,2018.,The Microbiome Breakthrough (The Whole Brain: The Microbome Solution to Heal Depression, Anxiety, and Mental Fog Without Prescription Drug).. Da capo Press,Library Of Congress Cataloging USA . age.20.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Penyimpanan Yakult

Sejarah Berdirinya Yakult Indonesia

Kapan waktu yang tepat untuk minum Yakult?